Holistik dan Resep Kehidupan
Sebelum manusia dicipta, semua makhluk dan proses alam yang ada masih dalam evolusi “pikiran taksadar”, artinya semua proses masih bersifat “linier” hukum tetapan alam yang dicipta Allah. Struktur air misalnya, baik secara kimia ataupun fisika dimanapun berada akan bersifat sama. Kehidupan biologis hewan dan tumbuhan juga bersifat “insting mekanik” yang berlaku universal. Namun sejak manusia tercipta dan terlahir, evolusi “sadar” mulai tercipta. Manusia dengan kemampuan dan keajaiban pikirannya, mampu memilih dan membuat “proses sintesa” yang mempengaruhi kehidupan alam semesta. Karena “keutamaan” itulah, sehingga Allah memberikan tugas sebagai “khalifah di bumi”, artinya mengatur dan mengelola alam semesta untuk kebaikan semua.
Namun dalam perkembangannya, banyak hal yang “terlupakan dan terabaikan”. Sebagian besar manusia “melekat dan dilekati” ego dan keinginan untuk menguasai alam secara liar dan tidak bertanggung jawab. Banyak tatanan lingkungan dan masyarakat yang rapuh dan rusak. Hal ini terjadi karena manusia telah melupakan pertumbuhan “humanis”, sehingga terbentuk manusia-manusia yang sulit memahami cinta kasih dan spiritual. Seseorang yang tumbuh dalam pertumbuhan “humanis” akan sulit berbuat sesuatu yang mengganggu atau merugikan orang lain. Hal ini terjadi karena visi dan misi hidupnya adalah memberi manfaat dan kebaikan untuk sesama.
Ego merupakan benih yang harus ditetaskan agar tumbuh menjadi spiritual. Hidup yang dipenuhi ego akan selalu “berpikir” untuk mendapatkan sebanyak mungkin harta dan kekuasaan. Namun ketika spiritual mulai tumbuh dalam jiwa seseorang, maka akan terlahir manusia-manusia yang bersemangat untuk sebanyak-banyaknya memberi kebaikan. Untuk mengkondisikan dan memulihkan pertumbuhan agar bersifat humanis, diperlukan “revitalizing” yang bersifat holistik. Artinya membangun potensi manusia secara utuh dalam “totalitas”, menyatu dalam “integritas”, dan berkesinambungan dalam “vitalitas”. Membangun manusia secara holistik yang menyadari, mengerti, dan mengaplikasikan aspek logika dan hati, aspek ego dan spiritual, aspek jiwa dan raga, aspek sadar dan bawah sadar secara kreatif, selaras, dan seimbang.
Holistik dan Konsep Penyembuhan
Pada dasarnya memahami manusia, tidak terlepas dari kesatuan bangunan-bangunan penyusunnya. Secara mendasar ada 3 (tiga) bangunan utama yang perlu disadari dan dimengerti, yaitu struktur fisik, eterik, dan esoterik. Struktur fisik dengan karakter terikat ruang dan waktu (F = R + W). Dengan rumusan ini dimengerti bahwa tubuh manusia ada di tempat ini dan hanya ada pada saat ini. Struktur eterik dengan karakter tidak terikat ruang tetapi terikat waktu (Et = R’ + W). Dengan rumusan ini, sangatlah dimengerti mengapa aura bisa dikenali dan diproses jarak jauh tetapi hanya bisa dilakukan pada saat itu juga. Makhluk ataupun benda eterik juga bisa mengalami fase “transformer” karena struktur fisiknya tidak terikat ruang namun semuanya masih terikat pada struktur waktu. Esoterik adalah bangunan pikiran manusia yang tidak terikat ruang dan waktu (Es = R’ + W’) dan dimengerti mengapa pikiran manusia bisa bersifat “memorik” masa lalu dan “futuristik” masa depan.
Hampir semua hal yang ada di fisik, terbentuk karena “vision” pikiran. Dalam bangunan esoterik, semua apa yang diinginkan akan terwujud pada saat itu juga. Ketiga bangunan (F, Et, Es) dalam tubuh manusia saling berhubungan dan mempengaruhi baik “sedatif” maupun “tonik”. Status imunitas dan vitalitas seseorang, sangat dipengaruhi oleh ketiga bangunan tersebut. Ada beberapa “etiopatogenik” yang menyebabkan penyakit, yaitu residu (toksin & polutan), pola hidup yang tidak sehat (ego dan spiritual), infeksi dan induksi (mikrobiologi dan transgenik). Secara empiris, banyak penyakit yang belum bisa dibuatkan status medis, namun bisa diidentifikasi dan dirawat secara holistik. Misalnya penyakit karena transgenik (metafisik), telepatik memorik (karmik), telepatik ikatan batin (emo) maupun indigo dan ekstra sensorik persepsi (ESP). Kedokteran medis konvensional mempunyai keunggulan untuk penanganan kasus-kasus patologis “simptomatis”, namun hanya bersifat “mekanik” seperti pemberian obat, bedah maupun rekayasa fisik. Sedangkan pengobatan holistik lebih mengutamakan perawatan “kausalitas” yang humanis seperti imunitas, relaksasi pikiran, revitalisasi, meditasi, indra batin, transhealing, makro dan mikro Gn dan spiritual.